I.
Pendahuluan
Hingga
saat ini masih banyak kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh orang-orang
berduit supaya dapat lepas dari jerat hukum dan dinginnya penjara. Karena
mereka memiliki kantong yang tebal itulah maka mereka dapat menyuap penegak
hukum agar mereka dapat bebas meski tanpa dasar hukum yang jelas. Biasanya
orang berduit hanya dijatuhi hukuman beberapa bulan saja dan dapat bebas
setelahnya setelah membayar tebusannya. Bagaimana dengan orang miskin?
Hampir
tak ada keadilan jika kita membandingkan “Si Miskin vs Si Kaya”, jika orang
miskin berusaha memperjuangkan keadilan untuknya pasti akan langsung kandas
sedangkan orang kaya hanya perlu mengeluarkan uangnya sedikit saja untuk
mendapatkan kebebasan. Kejahatan yang sangat ringan dan sepele pun dijatuhi
hukuman yang sangat berat, sedangkan koruptor yang merugikan negara hingga
milyaran rupiah dapat bebas hanya dalam beberapa bulan saja. Keadilan untuk
orang miskin di negara ini masih sangat rendah dan hukum tidak ditegakkan
dengan benar dan adil karena banyaknya orang yang tidak jujur dalam hal tadi.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Siapa yang harus disalahkan jika di Indonesia kasus mengenai penyuapan demi kebebasan yang salah ini semakin marak dan sulit untuk diberantas? Oleh karena itulah, saya akan membahas kasus mengenai keberpihakan pada orang miskin ini beserta kesimpulan dan solusinya dalam artikel ini.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Siapa yang harus disalahkan jika di Indonesia kasus mengenai penyuapan demi kebebasan yang salah ini semakin marak dan sulit untuk diberantas? Oleh karena itulah, saya akan membahas kasus mengenai keberpihakan pada orang miskin ini beserta kesimpulan dan solusinya dalam artikel ini.
II.
Pembahasan
Karena banyaknya kasus mengenai ketidakadilan hukum yang
menimpa para orang kecil dan tertindas yang miskin, saya hanya akan membahas
mengenai beberapa kasus saja seperti kasus Nenek Asyani dan Labora Sitorus. Dalam
kasus ini, kedua orang tersebut sama-sama dianggap merugikan Negara karena
telah mencuri aset Negara yaitu kayu Jati namun perberlakuan hukum pada
keduanya sangatlah berbeda. Nenek Asyani langsung ditahan dan dijatuhi hukuman
lima tahun penjara sementara Labora sempat lepas dan bahkan mendapatkan surat
bebas padahal jelas-jelas ia melakukan pelanggaran yaitu praktek illegal
logging. Uang bertriliyun rupiah dalam rekeningnya pun ia dapatkan dari praktek
illegal itu tadi. Prinsip persamaan di mata hukum yang menjadi amanat dari UUD
1945 dengan tujuan melindungi setiap warganya, pada Pasal 27 UUD 1945, yang
secara jelas menetapkan bahwa segala warga negara sama kedudukannya di dalam
hukum tanpa ada pengecualian, ternyata dalam praktiknya masih sering muncul
ketidakadilan. Pengadilan Tinggi Papua menjatuhkan vonis delapan tahun penjara
dan denda Rp 50 juta. Ia sempat mengajukan kasasi namun hal itu justru menambah
hukuman dan dendanya karena terbukti telah melanggar Pasal 3 Ayat (1) UU No. 15/2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang. Meski keputusan ini memiliki kekuatan hokum tetap yang
harus ia patuhi akan tetapi Labora tidak mematuhinya dan berkat kekuatan
uangnya, ia mendapatkan surat bebas dari Plt. Ia pun bebas dalam waktu yang
cukup lama tanpa alasan yang jelas hingga akhirnya kejaksaan mengeluarkan surat
daftar pencarian orang terhadap dirinya.
Sedangkan nenek Asyani yang tidak mencuri kayu tersebut
tetap dijatuhi hukuman meski ia sudah terbukti memiliki surat sertifikat
kepemilikan lahan dari pohon jati itu tadi. Pohon jati itu ditebang oleh
mendiang suaminya lima tahun lalu di lahan mereka sendiri kemudian di simpan di
rumahnya dan baru akan dipakai, namun ia malah dituduh mencuri aset milik Negara
karena menebang pohon di lahannya sendiri. Bahkan orang yang membantu
mengangkut kayu dan pemilik kendaraan pengangkut kayu, tukang kayu dari kayu
Nenek Asyani ditetapkan sebagai tersangka utama juga. Dari sini saja sudah
dapat terlihat dengan sangat jelas perbedaan sikap dari penegak hokum kepada Si
Miskin dan Si Kaya tadi. Mereka terlalu dibutakan oleh uang sampai-sampai rela
menyalahgunakan jabatan mereka dan menutup mata mereka dari keadilan demi
kepentingan mereka sendiri. Padahal mereka sendiri sudah tahu dengan betul
bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah hal yang salah dan akan merugikan
banyak pihak kedepannya nanti.
Bahkan
tanpa ada alasan yang jelas pun, mereka masih saja berani melakukan hal
tersebut dan mengulanginya di kemudian hari. Terbukti dari banyaknya kasus
orang berduit yang dapat bebas dari jerat penjara yang sering terdengar di
negeri Indonesia kita tercinta ini. Banyak orang yang menyalahgunakan jabatan
mereka hanya demi uang dan tidak melakukan pekerjaan mereka dengan baik untuk
berkontribusi pada Negara dengan benar. Jika terus seperti ini maka akan
semakin banyak masyarakat miskin yang tertindas dan para koruptor akan semakin Berjaya
sedangkan Negara kita sendiri akan semakin merosot.
III.
Kesimpulan
Pemerintah
seharusnya menindak dengan tegas para pejabat maupun penegak hukum yang tidak
melakukan tugasnya dengan baik supaya Negara ini menjadi lebih baik lagi untuk
semua rakyat yang tinggal di dalamnya, yang miskin maupun yang kaya. Jika hukum
tidak ditegakkan dengan baik maka para penjahat pun tidak akan segan-segan
untuk kembali mengulangi perbuatan mereka dan merugikan banyak pihak selain
diri mereka sendiri. Oleh karena itulah, akan lebih baik jika pemerintah
menghukum seberat-beratnya orang yang memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan
mereka sendiri dan merugikan banyak pihak. Para penegak hukum pun harus
memperlakukan semuanya dengan adil tanpa membeda-bedakan dan tidak tergiur
dengan uang haram yang akan diberikan jika mereka melakukan hal yang salah.
Jika memang hal itu adalah kejahatan ringan yang tidak perlu dibawa ke dalam
ranah hukum maka seharusnya penegak hukum pun tidak perlu mempermasalahkannya
dan mempertimbangkan keputusan dengan baik.
No comments:
Post a Comment